Reformasi
administrasi telah menjadi hal yang paling dibahas dalam pemerintah di seluruh
dunia. Reformasi administrasi berbeda beda dalam pengembangannya di setiap
negara. Pengembangan administrasi telah pulih dari ketergantungan,
ketidakstabilan, dan kebingungan kebijakan. Reformasi dan pengorganisasian
kembali sering kali dilandasi untuk tujuan politik dan juga kemerdekaan
nasional. Anti korupsi konsulidasi elit, pengembangan pasar ekonomi, pengkayaan
elit dan pihak-pihak militer termasuk usaha untuk meningkatkan keharusan
reformasi. Dewasa ini mereformasi administrasi menjadi latian yang kurang
berhasil ketika legitimasi dan kredebilitas dari seluruh sistem dimata publik
dipertanyakan. Ini adalah alasan mendasar kenapa kebanyakan reformasi
administrasi dan pengorganisasian kembali gagal dalam mengindustriliyasikan dan
mengembangkan negara.
Masalah
lain yang berhubungan dengan reformasi administrasi adalah kebingungan dalam
arti reformasi itu sendiri. Kebingungan juga berkembang melalui penggunaan
istilah sebagai perubahan, modernisasi, pengembangan dan evolusi dalam
reformasi jarak antara ideal dan realita mungkin saja bertumbuh dari waktu
kewaktu jika reformasi administrasi
tidak di perhatikan dengan serius jarak itu harus di benarkan oleh legitimasi
dan kinerja.
Secara
teoritis beberapa sudut pandang dapat diidentifikasikan untuk menjelaskan
reformasi administrasi. Sudut pandang ini merefleksikan pengetahuan dalam teori
organisasi. Mulai dari yang klasik, teori organisasi formal, pengorganisasian
kembali dan perubahan serta pengembangan menjadi teori pasar kontenporer. Guy
Petters (1945) mengklasifikasikan kebanyakan dari teori ini menjadi 3 sudut
pandang dalam reformasi administrasi, yaitu mempunyai tujuan (Top- Down),
pengujicobaan (Bottom Up) dan model kelembagaan.
Yang
pertama tama yaitu Top-Down model yang mana mengasumsikan bahwa pemimpin
politik yang dapat mengetahui masalah atau mengembangkan ide inovatif dengan
cara mereformasi dan melakukan pengorganisasian sektor publik. selanjutnya
adalah model Bottom Up, yang mana model ini mengasumsikan bahwa pemerintah dan
sisitem administrasinya harus beradaptasi pada kondisi lingkungan yang sering
kali melatar belakangi perubahan dalam struktur. Dan terakhir adalah model
kelembagaan yang mana model ini mengasumsikan bahwa dalam kelembagaan baru
pergerakannya haruslah terorganisasi dan juga melalui perubahan dan modivikasi
dari nilai-nilai internal organisasi, budaya, dan juga struktur.
Pengorganisasian
kembali dan reformasi adalah persyaratan yang esensial untuk kesuksesan
penerapan dari pengembangan kebijakan dan program dalam negara yang
terindustrilialisasi. Reformasi dan pengorganisasian kembali dalam membangun
negara mungkin saja melibatkan beberapa perubahan struktural dan proses dan
juga peningkatan. Elit politik dan administrasi sering kali memperjuangkan
reformasi administrasi dan pengorganisasian kembali menggunakan Top-Down model,
model yang bertujuan. Konsekuensinya resistensi mungkin saja terbentuk untuk
beberapa alasan seperti sumber daya yang tidak memadai, konflik kepentingan dan
kurangnya kemampuan dan program pelatihan. Elit politik, administrasi, serta bisnis sering
mengejar agar terjadi reformasi administrasi dan pengorganisasian kembali.
Beberapa
pergerakan reformasi muncul di bagian kedua dari abad ke 20. Yang pertama
muncul ketika paska perang, kedua periode dari perkembangan kelembagaan yang
pada tahun 60 an menyediakan pengaruh besar pada birokrasi di bawah pengaruh bangsa barat. Yang ketiga
yang mana adalah kesimpulan dari semua era reformasi yaitu pada tahun 90 an
telah lebih banyak di dasari filosofi yang berdasarkan sektor privat untuk
dapat mengembangkan manajerialisme dari fungsi negara. Yang mana juga
memunculkan orientasi dimanapun reformasi administrasi terjadi disitulah
dibutuhkan reformasi yang berdasarkan manajerialisme dan pasar. semua hal itu
nantinya akan merambas pada pertumbuhan terhadap globalisasi dan juga memiliki
efek terhadap keamanan global.
Komentar
Posting Komentar