Langsung ke konten utama

Manajemen Data untuk Perencanaan Pembangunan




Ketersediaan data dan informasi merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi dalam upaya peningkatan kualitas proses perencanaan pembangunan (di) daerah. Sebagai solusi terhadap permasalahan di atas, pasal 31 UU 25 Tahun 2004 tentang SPPN memerintahkan bahwa perencanaan pembangunan didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Manajemen data yang baik akan menghasilkan pembangunan yang tepat sasaran dan tepat guna.
            Sistem informasi yang dibutuhkan, dimanfaatkan, dan dikembangkan bagi keperluan pembangunan daerah adalah sistem informasi yang terutama diarahkan untuk menunjang perencanaan pembangunan daerah. Hal ini perlu diingat karena telah terjadi perubahan paradigma menuju desentralisasi di berbagai aspek pembangunan.
Salah satu hal yang belum disepakati dalam pengembangan Sistem Informasi dan Manajemen Perencanaan Pembangunan Daerah (Simreda) adalah jenis data perencanaan pembangunan yang akan dihasilkan. Hal tersebut harus segera ditetapkan karena sebenarnya telah banyak dikembangkan sistem informasi yang berbasis data perencanaan pembangunan, yang beroperasi baik di pusat maupun di daerah. Akan tetapi, harus diakui bahwa pada umumnya sistem informasi yang telah dikembangkan itu hanya menyangkut aspek tertentu dalam perencanaan pembangunan. Misalnya, Sistem Informasi Manajemen Departemen Dalam Negeri (Simdagri) dan SIM Daerah (SIMDA), yang penerapan pengelolaannya di daerah dilakukan oleh Kantor Pengolahan Data Elektronik (KPDE) di daerah. Contoh lain adalah yang berkaitan dengan aspek ruang, yaitu Sistem Informasi Geografis (SIG), yang dikembangkan melalui proyek berbantuan luar negeri Land Resources Evaluation and Planning (LREP) dan Marine Resources Evaluation and Planning (MREP); atau sistem informasi yang menyangkut aspek lingkungan, seperti Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah (NKLD) serta Neraca Sumber Daya Alam dan spasial Daerah (NSASD) di setiap daerah.
Sebagai salah satu sistem informasi, Simreda diharapkan dapat menata berbagai aspek data perencanaan pembangunan itu secara komprehensif. Maka dari itu, dibuat suatu Panduan sebagai acuan tunggal bagi para perencana pembangunan dalam hal ini administrator publik, baik di pusat maupun daerah untuk:
1.      Memahami jenis-jenis data yang dibutuhkan perencanaan pembangunan serta memahami beberapa perangkat analisis yang dapat dimanfaatkan Untuk menyusun rencana pembangunan.
2.      Mengisikan data, sebagai wujud komitmen membangun sistem informasi perencanaan pembangunan yang komprehensif secara nasional.
3.      Memanfaatkannya sebagai masukan (input) kebijakan, baik perencanaan, implementasi, pemantauan, maupun pengendaliannya (controlling).
4.      Panduan ini berisi penjelasan mengenai perencanaan, jenis data untuk perencanaan, dan perangkat analisis untuk perencanaan pembangunan daerah di Indonesia. Data yang dimasukkan ke dalam formulir-formuIir yang tersedia (lihat Lampiran: Tabel Isian) akan dimasukkan ke dalam pangkalan data Simreda agar dapat diakses oleh para pelaku perencanaan pembangunan, baik di daerah maupun pusat.
Dalam kaitannya dengan penyusunan basis data spasial dan sumber daya alam di tingkat daerah, selama ini melalui pelaksanaan proyek LREP dan MREP yang dilaksanakan pada beberapa daerah sebenarnya telah semakin meningkat dan kuatnya basis data spasial daerah, serta sekaligus mendukung upaya penyusunan neraca kependudukan dan lingkungan hidup daerah (NKLD) dan neraca sumberdaya alam dan spasial daerah (NSASD) di masing-masing daerah. Walaupun demikian, keberadaan dari berbagai jenis data spasial tersebut perlu dievaluasi dan dikaji kembali hasilgunanya, khususnya dalam kaitannya dengan upaya pencapaian sasaran program penataan ruang dan inventarisasi sumber daya alam yang telah ditetapkan dalam Repelita VI ini.
Dengan memperhatikan arahan yang telah dutuangkan dalam Inmendagri Nomor 39 Tahun 1995 tentang Penyusunan NKLD dan NSASD, maka dalam rangka meningkatkan dayaguna dan hasilguna dari pelaksanaan kedua proyek penyusunan data dasar sumber daya spasial daerah di atas (LREP dan MREP), paling tidak terdapat 3 indikator keberhasilan yang akan dinilai tingkat pencapaian sasarannya, yaitu:
1.      berfungsi secara efektifnya Provincial Data Center (Pusat Data Propinsi/PDP) atau Unit Informasi Spasial Propinsi (UISP) sebagai suatu wadah koordinasi antarinstansi dalam perencanaan pembangunan di masing-masing daerah;
2.      tersusunnya peta zonasi lahan dan kelautan tingkat propinsi dengan skala 1:250.000 sebagai acuan kerangka makro pembangunan di daerah;
3.      tersusunnya peta perencanaan semi ditail dengan skala 1:50.000 dan 1:250.000 di areal prioritas proyek LREP-II dan MREP, yang kesemuanya diarahkan untuk dapat dipadukan dan diselaraskan dalam rangka mewujudkan NKLD dan NSASD yang diperlukan sebagai kerangka acuan makro dan teknis dalam rangka menunjang perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan sumber daya alam sebagai potensi pembangunan daerah.
Berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan peranan dan fungsi dari Pusat Data Propinsi (PDP) sebagai wadah koordinasi perencanaan dan pengendalian data dasar sumber daya alam spasial untuk pembangunan daerah, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
1.      Koordinasi, sinkronisasi dan integrasi berbagai data dan informasi yang terkait dengan pemetaan sumber daya alam dan potensi daerah lainnya. Dalam hal ini, keberadaan dari peta-peta dasar spasial/geografis (SIG) yang telah dihasilkan melalui proyek LREP dan MREP (bagi 10 propinsi pelaksana) serta data pokok pembangunan daerah perlu dipadukan dan diselaraskan, termasuk dibakukan perangkat lunaknya seperti antara Arc-Info (LREP dan MREP) dengan Delta-9B (data pokok), sebagaimana telah ditegaskan melalui SE Dirjen Bangda dalam rangka menselaraskan dan menterpadukan pelaksanaan LREP dan MREP dalam rangka menunjang penyusunan NKLD dan NSASD di masing-masing daerah.
2.      Pertimbangan perlu adanya koordinasi dan optimasi keberadaan dari KPDE (kantor pengolahan data elektronik di dati I dan dati II) yang mengelola SIMDA dalam menunjang SIMDAGRI, yang ditetapkan berdasarkan Kepmendagri No. 45 Tahun 1992 (sebelum dirancangnya pembentukan PDP melalui LREP-II dan MREP). Hal ini termasuk perlu diselaraskan dan diterpadukannya peralatan yang dimiliki oleh PDE dan PDP untuk dapat lebih optimal dimanfaatkan sebagai wadah koordinasi antarinstansi dalam perencanaan pembangunan daerah.
3.      Optimasi keberadaan staf perencana di Bappeda dan instansi terkait dati I yang telah mengikuti kursus dan pelatihan perlu terus dijaga, dan diupayakan adanya 'transfer of knowledge' dari mereka dalam rangka keberlanjutan pelaksanaan kegiatan penyusunan NKLD dan NSASD, khususnya pada pasca proyek LREP dan MREP. Selain itu, keberadaan dari beberapa tim teknis perencanaan spasial di Bappeda yang melibatkan staf teknis purnawaktu dan paruhwaktu seperti pada Tim Physical Planning (TPP) dan unit GIS sebagai motor penggerak PDP sangat perlu dipertimbangkan kemungkinan pengangkatannya sebagai staf organik pemda pada pasca proyek. Selanjutnya, keberadaan dari para konsultan juga harus dimanfaatkan secara optimal oleh Bappeda, serta sekaligus telah mulai menerima estafet "kepakaran" dari para konsultan, guna menjamin keberlanjutan kegiatan pada pasca proyek.
4.      Masih terkait dengan aspek kelembagaan, keberadaan dari beberapa tim-tim teknis dan koordinatif yang dibentuk dalam proyek LREP dan MREP dan dengan telah dibentuknya Pusat Data Propinsi, serta Tim Penyusunan NKLD dan NSASD sesuai dengan arahan Inmendagri Nomor 39 Tahun 1995, perlu dipertimbangkan kemungkinannya sebagai cikal bakal (embrio) dari rencana pembentukan Tim Koordinasi Tata Ruang Daerah yang dirasakan kebutuhannya telah semakin mendesak baik di dati I maupun dati II.
Sejalan dengan upaya di atas, dengan memperhatikan rencana pengembangan Sistem Informasi Manajemen Departemen Dalam Negeri (SIMDAGRI) dan SIM Daerah (SIMDA) yang penerapan dan pengembangannya di daerah telah diinstruksikan kepada Kantor Pengolahan Data Elektronik (KPDE) di Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II, termasuk dalam mengantisipasi rencana pengembangan Sistem Komunikasi Depdagri (SISKOMDAGRI) sesuai dengan Kepmendagri No. 20 Tahun 1995 dan Inmendagri No. 5A Tahun 1995 jo. Inmendagri No. 31A Tahun 1996, maka terdapat pula beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam rangka penyempurnaan juklak dan juknis data pokok yang akan datang, yaitu:
1.      perlu diciptakan keterkaitan dan mekanisme penyampaian/pertukaran data yang efektif antara Bappeda sebagai pusat informasi perencanaan spasial dan nonspasial daerah dengan berbagai sistem yang telah berkembang yang telah berkembang baik di pusat maupun di daerah pada saat ini, seperti SIMDAGRI, SIMBANGDA, SIMDA, SISKOMDAGRI, SIG (LREP/MREP), dan IPTEK-Net (BPPT), dalam rangka mewujudkan sistem informasi yang terintegrasi untuk menunjang pembangunan daerah;
2.      perlunya penterpaduan rancangan struktur kelembagaan PDC yang akan dibentuk pada dati I dan dati II, serta pusat pelayanan informasi teknologi di tingkat kecamatan (seperti Pos Pelayanan Teknologi Perdesaan/Posyantekdes yang dikembangkan bersama oleh Ditjen PMD Depdagri dan BPP Teknologi), dengan berbagai lembaga penyedia dan pengolah data lainnya yang telah ada dan beroperasi di daerah;
3.      perlunya diperhitungkan keberadaan berbagai instansi/dinas di dati I dan dati II di dalam menghasilkan informasi dan mengelola pengembangan teknologi dalam beberapa sektor produksi tertentu, seperti perindustrian melalui BIPIK dan pertanian melalui BPTP, perlu dipertimbangkan sebagai suatu aset yang perlu diintegrasikan dalam PDC yang akan dikembangkan di daerah;
4.      pihak Departemen Dalam Negeri sendiri, khususnya Setjen (Biro Ortala), perlu melakukan koordinasi internal di tingkat pusat dalam kaitannya dengan pengembangan SIMDAGRI dan SISKOMDAGRI, yang apabila konfigurasi dan rancangan sistemnya dapat layak dan memungkinkan secara teknis dan ekonomis, perlu diterpadukan dengan rencana pengembangan PDC dengan sekaligus mengoptimalkan keberadaan KPDE dan Kantor Statistik di dati I dan dati II.
Dengan demikian, perlu diperhatikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan sistem informasi untuk menunjang proses perencanaan pembangunan daerah yang antara lain meliputi: potensi sumber daya manusia, jenis data yang dibutuhkan, kelembagaan (siapa yang berperan sebagai penyedia/sumber data dan pengguna data, serta mekanisme pertukaran informasi yang dimungkinkan), serta pemilihan teknologi informasi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam hal ini, potensi pemanfaatan dan pendayagunaan teknologi komunikasi melalui internet dan home page yang telah dibangun oleh beberapa Bappeda Tingkat I dapat dioptimalkan secara lebih berdayaguna dan berhasilguna.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam upaya untuk meningkatkan dayaguna basis data dan informasi pembangunan daerah, diperlukan suatu pembakuan sumber data yang dijadikan data dasar (database) bagi analisis propinsi yang dilakukan oleh masing-masing daerah, baik yang bersifat data spasial maupun data pokok nonspasial lainnya yang bersumber baik dari BPS/kantor statistik propinsi maupun sumber lainnya.

Melalui lokakarya Pengembangan Pengelolaan Sistem Informasi Pembangunan Daerah kali ni, diharapkan kinerja penyusunan data dan informasi pokok bagi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan di daerah dapat lebih meningkat dayaguna dan hasilgunanya, yang pada gilirannya akan dapat semakin meningkatkan dan secara kontekstual dapat memenuhi terciptanya dayaguna dan hasilguna perencanaan pembangunan daerah yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan pembangunan daerah. Hal tersebut merupakan tugas bersama dari instansi terkait, khususnya antara Bappenas, Departemen Dalam Negeri dan Bappeda Tingkat I, dalam rangka mempersiapkan penyusunan Repelita VII yang akan segera kita mulai pada tahun 1998 yang akan datang.


Komentar